Rabu, 20 Juli 2016

True Short Story



Cintaku Tak Sebatas Patok Tenda
Hujan semakin deras. Aku mempercepat langkah untuk segera sampai disebuah kafe. Disana ada seorang wanita cantik dengan rambut hitamnya yang tergerai  indah, menyambutku dengan senyum manisnya. Dialah obat dari segala penatku. Seberat apapun masalah yang aku hadapi, setiap aku memandangnya seakan-akan masalahku terasa begitu ringan.
“Kau kehujanan lagi. Tapi kamu tidak apa-apakan?“ Dia bertanya kepadaku dengan wajah yang begitu khawatir. Aku tersenyum simpul sambil terus memandangi wajahnya. Dia pun semakin salah tingkah membuat rona wajahnya semakin memerah. Dialah kekasihku Dewi. Aku sudah  lama menjalin hubungan dengannya. Saat itu kami sama-sama mengikuti perkemahan Raimuna Cabang.
8 tahun yang lalu....
Hari pertama pelaksanaan perkemahan dilapangan Semblablur, Jenangan Ponorogo.
Tenda-tenda berdiri tegak di bawah terpaan sinar matahari. Semua peserta sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Tetapi tidak denganku yang justru memilih duduk dibawah pohon. Aku tidak peduli dengan kesibukan teman-temanku. Sambil menjulurkan kaki, aku berusaha menghilangkan penat. Pandanganku menyibak hamparan lapangan yang dipenuhi orang-orang berpakaian pramuka, berharap menemukan seseorang yang aku cari. Wanita cantik yang aku jumpai saat dia meminjam peralatan tenda di sekolahku. Aku sangat menyesal karena waktu itu aku belum sempat berkenalan dengannya. Memang penyesalan itu datang selalu di belakang. Setelah dia pergi baru sadar aku belum sempat berkenalan dengannya. Aku terduduk lama sambil menahan dahaga, tiba-tiba dari samping ada seseorang yang menyodorkan air mineral. Tanpa pikir panjang aku langsung menyambarnya tanpa tahu siapa yang memberikan. Teguk demi teguk aku meminum air itu. Ditengah aku minum, reflekku melihat kepada orang yang telah memberiku air minum. “ uhukk.. uhukkk .. kamu ??” aku sangatlah terkejut sehingga diriku tersedak. Ternyata dia adalah wanita yang aku cari. “Terima kasih, Kak. Dia tersenyum sambil menganggukan kepalanya dan berjalan menjauhiku. Sontak aku teringat akan sesuatu. Aku lupa menanyakan namanya, segara aku terteriak dan bertanya “ Kak, namamu siapa ?”. Dengan wajah biasa dia menjawab “ Dewi “

Hari kedua....
Pagi sekitar jam 06.00 seluruh peserta melaksanakan senam bersama. Setelah itu, kami bersih-bersih lapangan “aku paling tidak suka melihat sampah-sampah berserakan“. Aku baru ingat tempat pembuangan sampah ada dibelakang tenda putri. “Ini kesempatanku untuk bisa bertemu Dewi. Semangatku semakin menggebu-gebu sekalipun untuk mengumpulkan sampah dan membawanya menuju tenda putri. “ Aku ijin mau membuang sampah kak ! “ tanyaku pada Dewi, yang sedang sibuk mengamati bukunya.  “ iya“ jawabnya singkat tapi hal itu cukup membuatku grogi dan tersenyum senang setelah itu akupun kembali ke tendaku dengan wajah ceria.
Jam menunjukkan pukul 09.00 pagi, waktunya peserta RAIMUNA melanjutkan kegiatan berikutnya. Kali ini Water Adventure, kegiatan kami. Kegiatan ini dilakukan disungai. Seluruh peserta diberi wawasan tentang kegiatan ini, begitu pula teknik-teknik berenang. Karena sebelumnya aku sudah jago berenang, kegiatan ini tak begitu sulit untuk aku kuasai. Selang berapa lama terdengar suara minta tolong tak jauh dari kami. Aku lihat banyak orang-orang ramai berkumpul akupun bertanya-tanya, ternyata ada salah satu peserta yang tenggelam. Tanpa berfikir panjang akupun langsung berenang untuk menolong . Aku tidak menyangka ternyata dia adalah Dewi. Betapa terkejutnya aku melihat dia sudah tidak sadar. Aku segera membawanya ke tepi sungai. Setelah aku tahu dia baik-baik saja aku sangat bersyukur. Ku gendongnya menuju buper dan memberiknnya pertolongan pertama. Hingga akhirnya anak-anak PMR menanganinya. Akupun pergi dengan berdoa semoga Dewi baik-baik saja.
Tak sengaja malam harinya aku berjalan-jalan dengan temanku untuk membeli camilan ditengah perjalanan aku berpapasan dengan Dewi dan temannya tiba-tiba dia menarik tanganku dan berkata “ Apakah kamu yang menolongku tadi?” aku menjawab dengan begitu mantabIya,  bagaimana keadaanmu ?”.  dia pun menjawab ” aku baik-baik saja “ sambil berjabat tangan dia berterima kasih padaku. Tak hingga rasa senang menghinggapi hatiku bisa sedekat ini dengan Dewi  kamipun pergi  dan saling mengucapkan semoga bisa bertemu kembali.
Hari ketiga....
Hari ini adalah hari paling sibuk diantara peserta dan panitia banyak kegiatan yang kami lakukan seperti menanam pohon, sosialisasi , workshop, penyuluhan dan masih banyak lagi. Sampai aku berfikir betapa sibuknya hingga aku ingin bertemu dengan Dewi saja susah, sekedar ingin melihatnya pun tak bisa. Kulalui hari-hari ini dengan perasaan yang tak begitu jelas. Malam pentas senipun tiba, aku dan teman-temanku sudah siap dengan apa yang akan ditampilkan malam nanti. Dengan semangat dan rasa percaya diri kami yakin bisa tampil memuaskan. Tiba saatnya aku dan teman-temanku tampil. Aku melihat disekeliling penonton berharap Dewi ada diatara mereka. Ternyata benar dia ada dibarisan paling depan dan itu membuatku lebih bersemangat. Dari persiapan dan rancangan sebelum kami pentas, aku memang berniat ingin bernyanyi sekaligus menyatakan perasaanku yang sebenarnya kepada Dewi. “Ku akui kucinta Dewi … ku cinta Dewi .. Ku tak bisa tuk memungkiri .. ku cinta Dewi…“ aku menyanyikan lagu Andra And The Backbone. Lagu itu sengaja aku ganti liriknya agar dia tahu akan isi hatiku kepadanya. Hiruk pikuk penonton, bersorak menepuki penampilanku. Akupun turun dengan rasa bangga. Dan untuk kedua kalinya, Dewi menarik tanganku, membawaku kebelakang panggung. Sentuhan tangan lembutnya benar-benar melunakan langkah kakiku begitu pula hatiku. Apa yang kamu lakukan? ” Tanya Dewi kepadaku.” Seperti yang kamu dengar tadi, Dewi  aku menyukaimu“ Aku mengatakanya tanpa ragu. “ Tapi kita baru saja berkenalan , bagaimana bisa secepat ini kamu bisa menyukaiku?” Aku tersenyum dan berbisik kepadanya. “cinta itu layaknya angin yang berhembus begitu kencang. Tanpa mengenal waktu yang lama, cinta sudah mampu merajai hatiku. Dewi, maukah kamu menjadi pacarku?” kulihat  wajahnya yang tak begitu percaya dan dia pun menggelengkan kepala, semakin tak paham dengan pertanyaan yang aku ajukan. Dengan  wajah murung, aku sudah  yakin dia tidak akan menerimaku , Dewi terlalu sempurna untukku miliki. Aku menjauhinya dengan membawa serpihan hati ini. Aku berjalan meninggalkan Dewi. Aku memang terlalu berharap untuk menjadi pacarnya.
Tapi tiba-tiba dia berteriak. Adib …!” aku berbalik badan. Ternyata yang memanggilku adalah Dewi. “ Aku mau menjadi pacar kamu “ . Dengan rasa tak percaya aku hanya diam dan tersenyum bahagia. Dia semakin mendekat dan memperjelas kata-katanya . “ Aku mau menjadi pacar kamu” kita saling memandang. Dan tak berapa lama, akupun memeluknya dan mengucapkan padanya “ terimakasih Dewi, terima kasih “
....Saatnya sudah tiba Dewi. Aku ingin kita mempunyai hubungan yang lebih serius. Aku ingin melamarmu “maukah kamu menjadi istriku Dewi?” dengan menganggukkan kepala yang mengisyaratkan dia menerima lamaranku.
^_^ The And  ^_^